Matahari tenggelam, gelap menyelimuti. Tak terasa kuda besiku telah sampai. Segera ku istirahatkan kuda besiku. Sebuah media yang menghantarkanku menyambut hari demi hari.
Kutaruh tas ranselku di sudut kamarku. kurebahkan tubuhku di matras tempatku istirahat. Sorot lampu remang-remang dari luar kamar menambah kesunyian. Ya kesunyian yang sudah menjadi hari-hariku. Semenjak sayap-sayap hidupku pergi 8 tahun yang lalu kesunyian telah menjadi bagian hidupku. Meskipun aku hidup di bangunan yang kokoh dengan tiang-tiang penyangga yang gagah, semua itu akan terasa sunyi tanpa kepak-kepak sayap kehidupanku.
Kepak sayap yang selama 16 tahun menemaniku dengan penuh canda dan kehangatan. Pergi begitu saja. Kejam dan menyakitkan tetapi harus dikenang. Dikenang menjadi sebuah pengingat agar tak melupakan. Dikenang menjadi sebuah idealisme agar tak rapuh dan menyerah tertindas.
Hal dan pikiran yang sama setiap kali aku sampai di matras kamarku dengan lampu remang-remang dari luar kamarku. Sebuah tempat yang membuat jiwaku meledak, teriak, dan berontak seperti seorang pejuang negara yang menginginkan REVOLUSI untuk kehidupan yang lebih baik. Ah namun apalah arti semua itu bukankah kalimat bijak mengatakan bahwa Revolusi tidak dimulai dari kasur? Pfffttt.... Segala hal dan pikiran itu mengantarkanku terlelap sejenak tanpa mandi dan cuci kaki. Aku sebut ini hanya tidur transit.
***
Bukan main! Bukannya mimpi indah yang menjadi bunga tidurku. Justru lagi-lagi kehidupan nyataku hadir dalam mimpiku. Kali ini aku terjebak dalam persimpangan. Sebuah zebra zross dengan lalu lintas yang begitu padatnya. Bukan main mereka benar-benar ingin saling cepat. Lampu masih menyala merah namun tak henti mereka membunyikan klakson. Nyaliku hampir menciut ditengah zebra cross sambil bergumam "Mereka yang ditindas waktu? atau mereka yang bodoh me-manage waktu?"
Ah bodo amat yang jelas aku harus melangkah menyelesaikan perjalanan di zebra cross ini. Kalau aku tak segera melangkah aku akan tertindas oleh puluhan kendaraan yang sebenarnya ingin terbang tapi tak sanggup terbang.
Kulanjutkan perjalananku melewati trotoar yang katanya khusus pejalan kaki. Bukan begitu yang kurasa trotoar ini banyak lubang bahkan semen-semen banyak yang mengelupas. Tak sampai di situ banyak tiang-tiang baliho papan iklan yang menganggu perjalannanku melewati trotoar ini. Saya tak mau menyalahkan pedagang kaki lima kali ini, mereka kan rakyat kecil. Kali ini saya berbaik hatilah sama mereka. Sesama rakyat harus saling bantu.
Sial benar. Kenapa aku tak bisa memilih kehidupan. Bahkan dalam mimpipun aku tak bisa milih mimpi yang indah-indah. Aku justru terjebak dalam zebra cross dengan puluhan kendaran yang ingin terbang lalu berjalan di trotoar yang amat tak nyaman. Ah namun satu hal yang ku kenang dalam mimpi kali ini aku tidak berhenti dalam zebra cross itu. Andaikan aku berhenti pasti aku tergilas puluhan kendaraan itu. Aku juga sanggup melewati trotoar yang tak nyaman itu dan yang terpenting aku sampai tujuan. Sampai detik ini aku belum menemukan "aku menyerah".
Bersamaan dengan itu aku terbangun tepat pukul 23.00 wib. Ah sial aku sadar aku belum mandi, bahkan kaos kakipun masih menempel di kakiku.